Selasa, 05 Maret 2013

CINTA BERSEMI KEMBALI DI TANAH RENCONG

RESENSI BUKU

Judul Buku   : Sunset in Weh Island
Penulis          : Aida M.A.
Penerbit        : Bentang Belia, Yogyakarta
Cetakan        : I, Januari 2013
Tebal             : viii + 252 halaman
ISBN              : 978-602-9397-73-4

Ketika dua sahabat bersaing demi memperebutkan cinta gadis yang sama, maka ujung-ujungnya akan melahirkan benih-benih permusuhan. Itulah yang tengah dialami Axel, tokoh utama novel ini. Dikisahkan, Axel dan Marcel telah berteman semenjak Marcel pindah dari Leipziq, Jerman Timur, ke Goettingen bersama orangtuanya. Kala itu, usia mereka mungkin baru sebelas tahun. Marcel selalu senang mengunjungi kediaman Axel, terutama saat kali pertama ia melihat Axel bermain basket di taman dekat kompleks perumahan mereka. Axel-lah yang lantas mengajari Marcel bermain basket. Kekaguman Marcel pada sahabatnya kian bertambah saat Axel remaja tampil bersama grup hiphop dance di sekolah, tepatnya pada malam pesta kelulusan (hal 7-8). Ketika mereka tumbuh remaja, terdapat perbedaan yang cukup mencolok di antara kedua laki-laki bule kelahiran Jerman itu. Axel dikaruniai wajah tampan, membuat semua mata wanita tertuju padanya. Pesona Alex memang luar biasa. Berbeda dengan Marcel, yang bertampang biasa saja. Dan yang membuat Marcel merasa kurang nyaman bersahabat dengan Axel adalah: sikap Axel yang agak arogan serta memiliki hobi bergonti-ganti pacar. Itu sudah cukup membuat Marcel merana, merasa selalu tak pernah laku di mata para wanita. Dan, gong persahabatan keduanya pun pecah, tepatnya ketika Andrew (salah seorang saingan Axel di Rocky Bar) mulai memanas-manasi Marcel. Andreaa, gadis pujaan Marcel, ternyata tergila-gila pada Axel hingga membuat Marcel kalap dan mengkhianati sahabat sendiri (hal 11). Tentu saja hal itu sangat menyakitkan buat Axel. Betapa ia tak mengira bila sahabat terbaik sekaligus orang terdekatnya selama ini tiba-tiba berubah menjadi musuh yang paling diwaspadai (hal 12). Akibatnya, pekerjaan Alex (ia bekerja menjadi music director di sebuah studio) pun berantakan. Hidupnya kacau. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk rehat sejenak sembari menghibur diri dengan cara mengunjungi Mr. Alan, pamannya yang telah lama bermukim di Indonesia, tepatnya di Ie Boih, daerah tepi pantai nan ekstotik di Aceh (hal 13-18). Setiba di sana, bukannya terhibur, Alex malah mengalami beragam kejadian yang membikin hatinya kesal bukan main. Semua bermula saat ia tengah naik kapal laut. Seorang gadis yang tengah berlari-lari karena nyaris ketinggalan kapal tiba-tiba saja menabrak punggungnya hingga terjatuh (27-30). Mala, gadis unik berpostur mungil yang secara fisik tak menarik dan super cuek itulah yang kemudian membuat hari-hari Axel dilalui dengan penuh kejengkelan. Lebih-lebih, ketika ia menyadari bahwa ternyata Bram (ayah Mala si pemilik Restoran Laguna) bertetangga dekat dengan kediamannya Mr. Alan, paman Axel. Perseteruan dan perang dingin pun kerap mewarnai saat keduanya bertemu. Namun, siapa sangka, di balik sikap Mala yang sepintas acuh tak acuh dan cerewet, sejatinya ia adalah gadis manis yang sangat cerdas. Wawasannya sangat luas. Perlahan namun pasti, ada kekaguman tak terbantahkan di hati Alex saat ia mulai mengenali lebih dekat gadis unik yang juga cukup fasih berbahasa Jerman itu. Sementara pada saat bersamaan, Mala tengah menahan perih di ulu hati ketika melihat Raffi (cowok keren yang ia sukai sejak SMA) ternyata telah memiliki pasangan. Novel ini sangat kaya dengan setting obyek-obyek wisata eksotis yang tersebar di tanah Rencong, seperti keindahan Pulau Weh, pemandangan menakjubkan di bawah laut Ie Boih, jernihnya air laut di Pulau Rubiah dengan warna broken white, Pantai Sumur Tiga yang dikitari vila-vila unik di sepanjang lereng bukit, indahnya Sabang Hill yang menjadi tempat favorit orang-orang menunggu sunset, dll. Novel karya Aida M.A. ini juga menyelip pesan penting agar kita mau mencintai sekaligus melestarikan lingkungan. Semisal; ajakan penulis untuk melestarikan terumbu karang, tidak menangkapi ikan hiu agar siklus hidup penghuni laut serta ekosistem laut terjaga dengan baik, ajakan menghemat air dan listrik, belajar mencintai negeri sendiri, dll. Akhirnya, selamat membaca, semoga ada banyak hikmah yang bisa kita petik dalam novel setebal 252 halaman ini. *** Diresensi oleh: Sam Edy Yuswanto, penulis lepas bermukim di Kebumen.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda